Wednesday, May 13, 2020

PELINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK EKONOMI PEMILIK HAK TERKAIT DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA


Permasalahan
Dalam pelaksanaan undang-undang hak cipta sebelumnya yaitu UU No. 19 Tahun 2002 menimbulkan berbagai permasalahan, antara lain hasil ekonomi atau pendapatan yang dapat diraih para pencipta lagu atau musik dan pemilik hak terkait di Indonesia sangat rendah dibandingkan dengan beberapa negara lain. Padahal banyak pihak mengakui potensi Indonesia sangat besar untuk mengembangkan produk berbasis hak cipta, khususnya di bidang lagu atau music.
Saat ini perkembangan seni lagu atau musik di Indonesia sangat pesat seiring dengan perkembangan media elektronik. Grup musik Indonesia yang didominasi kaum muda atau remaja dengan lagu atau musik yang dibawakannya ternyata tidak hanya diminati di dalam negeri, melainkan juga di negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Dengan perkembangan ini seharusnya memberikan pendapatan yang tinggi bagi para pencipta lagu atau musik serta pemilik hak terkait yang memiliki hak ekonomi dalam bentuk royalti atas setiap pemutaran atau pementasan ciptaan lagu atau musik beserta produk hak terkaitnya.
Berkurangnya pendapatan pencipta atau pemilik hak terkait diakibatkan maraknya pelanggaran hak cipta seperti pembajakan. Indonesia, sampai dewasa ini masih termasuk negara yang pelanggaran HKI, termasuk hak cipta, sangat tinggi.
Permasalahan lainnya yaitu terdapat celah hukum dan ketentuan yang belum diatur dalam UU No. 19 Tahun 2002. Sebagai contoh, ketentuan mengenai penggunaan lagu atau musik untuk nada sambung pribadi (RBT). Dengan berkembangnya teknologi dan zaman seharusnya undang-undang hak cipta bisa lebih mengakomodasi dan memahami hal tersebut, tetapi kenyataannya masalah seperti LMK dan RBT belum terdapat pengaturannya dengan jelas.
Sebagai suatu solusi atas permasalahan dalam praktek pelaksanaan UU No. 19 Tahun 2002 tersebut, UU Hak Cipta telah memberikan pelindungan terhadap pemilik hak terkait. Oleh karena itu bagaimana UU Hak Cipta memberikan pelindungan hukum terhadap hak ekonomi pemilik hak terkait.


Pembahasan
Hak cipta merupakan salah satu dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI), yaitu hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HKI adalah karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.
Hak cipta mempunyai peranan strategis dalam mendukung pembangunan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Indonesia telah memberikan pelindungan terhadap karya bangsa Indonesia yang dilindungi oleh hak cipta melalui pembentukan undang-undang yang mengatur mengenai hak cipta. Pada 16 September 2014, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengesahkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta) yang merupakan penggantian dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Penggantian UU No. 19 Tahun 2002 dengan UU Hak Cipta merupakan upaya sungguh-sungguh dari negara untuk melindungi hak ekonomi dan hak moral pencipta dan pemilik hak terkait sebagai unsur penting dalam pembangunan kreativitas nasional. Teringkarinya hak ekonomi dan hak moral dapat mengikis motivasi para pencipta dan pemilik hak terkait untuk berkreasi. Hilangnya motivasi seperti ini akan berdampak luas pada runtuhnya kreativitas makro bangsa Indonesia. Bercermin kepada negara-negara maju tampak bahwa pelindungan yang memadai terhadap hak cipta telah berhasil membawa pertumbuhan ekonomi kreatif secara signifikan dan memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian dan kesejahteraan rakyat.
UU Hak Cipta harus menjadi koreksi terhadap kelemahan sistem hukum pelindungan terhadap pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait. UU Hak Cipta harus menjadi hukum yang pro-keadilan, yaitu hukum yang memberikan keadilan. Apabila dibandingkan dengan pengaturan dalam UU No. 19 Tahun 2002, UU Hak Cipta telah memberikan pelindungan hak yang lebih lengkap kepada pemilik hak terkait.
UU Hak Cipta telah memberikan pengaturan atas hak ekonomi pemilik hak terkait. Pertama, bagi pelaku pertunjukan. UU Hak Cipta mengatur pelaku pertunjukan memiliki hak moral dan hak ekonomi. Kedua, produser fonogram atau produser rekaman. Berdasarkan UU Hak Cipta, produser fonogram memiliki hak ekonomi. Berikutnya, lembaga penyiaran, lembaga penyiaran mempunyai hak untuk memberi izin atau melarang dilakukan tindakan tertentu misalnya penyiaran ulang siarannya, fiksasi siaran, reproduksi siaran, menyampaikan kepada publik siaran televisi penyiar jika siaran ulang itu ditujukan kepada publik yang dipungut bayaran untuk menyaksikan. Hak ini kemudian dituangkan dalam UU Hak Cipta menjadi hak ekonomi lembaga penyiaran. Berdasarkan penjelasan, UU Hak Cipta memberikan pengaturan hak pemilik terkait yang lebih lengkap dibandingkan UU No. 19 Tahun 2002.
Pelindungan lain yang diberikan UU Hak Cipta kepada pemilik hak terkait, yaitu pertama, pengaturan mengenai pencatatan produk hak terkait. Hak Kekayaan Intelektual menyelenggarakan pendaftaran ciptaan dan dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan. Pelindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pencatatan. Hal ini berarti suatu ciptaan baik yang tercatat maupun tidak tercatat tetap dilindungi. Keuntungan yang diperoleh dari pencatatan hak cipta atau hak terkait dimaksudkan untuk membantu membuktikan kepemilikan karena seringkali muncul kesulitan untuk membuktikan kepemilikan di pengadilan. Kemampuan untuk membuktikan kepemilikan secara meyakinkan sangat menentukan dalam kasus hak cipta di Indonesia.
Kedua, UU Hak Cipta mengatur pengguna hak terkait yang memanfaatkan hak terkait harus membayar royalti kepada pemilik hak terkait melalui LMK (Pasal 87 ayat (2) UU Hak Cipta). Pengguna hak terkait harus membuat perjanjian dengan LMK yang berisi kewajiban untuk membayar royalti atas hak cipta dan hak terkait yang digunakan.  Secara regulasi, UU No. 19 Tahun 2002 tidak mengatur mengenai LMK. Dalam hal ini, UU Hak Cipta berusaha menjadi hukum yang progresif dengan mengkoreksi UU No. 19 Tahun 2002.
Ketiga, UU Hak Cipta mengatur secara khusus LMK Hak Cipta di bidang lagu atau musik. LMK tersebut memiliki kewenangan untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti dari pengguna yang bersifat komersial. Dalam melakukan penghimpunan royalti dari pengguna LMK wajib melakukan koordinasi dan menetapkan besaran royalti yang menjadi hak masing-masing LMK dimaksud sesuai dengan kelaziman dalam praktik berdasarkan keadilan.
Keempat, UU Hak Cipta memberikan ancaman pidana pelanggaran terhadap hak ekonomi pemilik hak terkait sebagaimana diatur dalam Pasal 116 hingga Pasal 118 UU Hak Cipta. Pidana yang diancamkan berupa pidana denda dan pidana penjara. Secara psikologis diterapkannya penerapan kedua bentuk pidana ini adalah untuk memberikan rasa takut yang luar biasa bagi masyarakat untuk melakukan pelanggaran hak terkait.


Kesimpulan
UU Hak Cipta merupakan upaya dari negara untuk melindungi hak moral dan hak ekonomi pemilik hak terkait sebagai unsur penting dalam pembangunan kreativitas nasional. Yang merupakan pemilik hak terkait adalah pelaku pertunjukan, produser rekaman atau produser fonogram, dan lembaga penyiaran. Pelaku pertunjukan memiliki hak moral dan hak ekonomi.
UU Hak Cipta harus menjadi hukum yang pro-keadilan, yaitu hukum yang memberikan keadilan. Apabila dibandingkan dengan pengaturan dalam UU No. 19 Tahun 2002, UU Hak Cipta telah memberikan pelindungan hak yang lebih lengkap kepada pemilik hak terkait.
UU Hak Cipta telah memberikan pengaturan atas hak ekonomi pemilik hak terkait. Pertama, bagi pelaku pertunjukan. Kedua, produser fonogram atau produser rekaman. Berikutnya, lembaga penyiaran. UU Hak Cipta memberikan pengaturan hak pemilik terkait yang lebih lengkap dibandingkan UU No. 19 Tahun 2002.
Pelindungan lain yang diberikan UU Hak Cipta kepada pemilik hak terkait, yaitu pertama, pengaturan mengenai pencatatan produk hak terkait. Kedua, UU Hak Cipta mengatur pengguna hak terkait yang memanfaatkan hak terkait harus membayar royalti kepada pemilik hak terkait melalui LMK. Ketiga, UU Hak Cipta mengatur secara khusus LMK Hak Cipta di bidang lagu atau musik. Keempat, UU Hak Cipta memberikan ancaman pidana pelanggaran terhadap hak ekonomi pemilik hak terkait.
Dari analisa di atas menunjukkan UU Hak Cipta telah memberikan berbagai pengaturan sebagai bentuk pelindungan terhadap hak ekonomi yang dimiliki oleh pemilik hak terkait. Pengaturan yang komprehensif ini bertujuan untuk menjadikan UU Hak Cipta sebagai hukum yang progresif yang mengantarkan kepada kehidupan yang adil, sejahtera, dan bahagia bagi pemilik hak terkait melalui pemenuhan hak ekonomi pemilik hak terkait.

Saran
Dalam rangka mengefektifkan pelaksanaan UU Hak Cipta maka pelindungan yang telah diberikan dalam UU Hak Cipta harus diikuti dengan penegakan hukum secara konsisten oleh aparat penegak hukum sesuai dengan ketentuan dalam UU Hak Cipta demi kepentingan pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait dan masyarakat Indonesia pada umumnya.



Sumber: Jurnal Monika Suhayati

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

RANGKUMAN MATERI BAB 1 Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen: proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-us...