Koperasi berbeda
dengan badan usaha pada umumnya, koperasi dimiliki dan dikelola oleh anggotanya
sendiri. Tujuannya tidak lebih dari memenuhi kebutuhan bersama, terutama pada
bidang ekonomi. . Landasan dari koperasi tak lain dan tak bukan adalah
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan Pancasila.
Koperasi juga
dipahami sebagai badan hukum yang didirikan berdasar asas kekeluargaan.
Menganut prinsip ekonomi kerakyatan, dan dibentuknya sebuah koperasi bertujuan
untuk mensejahterakan para anggotanya. Jadi, seluruh keuntungan yang didapat
oleh koperasi akan dikelola untuk kemajuan kinerja koperasi dan dibagikan pada
anggota aktif.
Siapapun dapat
mendirikan sebuah koperasi, baik perorangan maupun badan hukum. Lalu apa yang
membandingkan koperasi dengan badan hukum seperti PT, CV dan lainnya ? kepemilikan
koperasi tidak didasarkan pada kepemilikan jumlah modal anggota, artinya keputusan
kegiatan koperasi adalah hasil musyawarah bersama, karena setiap anggota
memiliki suara yang sama, sehingga tidak ada suara mayoritas dalam pengambilan
keputusan kegiatan koperasi.
Sedangkan
berbeda dengan bentuk badan hukum kegiatan usaha lainnya, dimana pemilik saham
mayoritas tentu memiliki suara dominan untuk mengatur arah usaha kedepan.
Namun, dalam hal pembagian keuntungan usaha, secara teknis, terdapat kesamaan
dengan bentuk usaha konvensional lainnya, dimana anggota koperasi yang memiliki
simpanan (jika bentuk koperasinya adalah simpan pinjam) ataupun berbelanja
lebih (jika berbentuk koperasi konsumen) memiliki pengembalian atau pembagian
keuntungan yang relative lebih besar. Artinya, para anggota yang memiliki
kekuatan lebih (modal lebih besar secara relative dari anggota lainnya) tentu
akan mendapatkan keuntungan yang lebih. Tentu saja ini menjadi mirip dengan
kegiatan dengan bentuk badan usaha konvensional lainnya.
Setelah koperasi
di Indonesia berumur lebih dari satu abad, tetapi sosoknya masih setara
dengan usaha mikro, kecil dan bernuansa kemiskinan. Masih
dalam sosok kecil,lemah,kuno, Jauh dari yang seharusnya. Kondisi
koperasi masih tetap sama dan seabad kemudian bukan tidak mungkin
malah semakin menurun. Koperasi semakin tidak menarik karena kondisinya,
dan tak mengikuti laju zaman dengan tak mau belajar menggunakan IT. Atau malah
mungkin orang tak kenal lagi koperasi pada masa itu.
Fenomena yang
cukup dilematis ketika ternyata koperasi dengan berbagai kelebihannya ternyata
sangat sulit berkembang di Indonesia. Fenomena pada koperasi di Indonesia dalam
perkembangannya mengalami pasang surut, koperasi dari jaman dahulu hingga
sekarang tidak ada yang tumbuh dengan pesat dalam arti tidak ada yang tumbuh
menjadi usaha besar seperti pelaku ekonomi yang besar. Padahal, upaya
pemerintah untuk memberdayakan koperasi seolah tidak pernah habis. Bahkan, bisa
dinilai mungkin amat memanjakan. Berbagai paket program bantuan dari pemerintah
terus mengalir untuk memberdayakan gerakan ini seperti kredit program seperti
kredit usaha tani, Kkop, pengalihan saham dari perusahaan besar ke koperasi
sebesar satu persen, skim program KUK dari bank dan kredit ketahanan pangan
yang merupakan kredit komersial dari perbankan, juga paket program dari
permodalan nasional madani, terus mengalir untuk memberdayakan gerakan ekonomi
kerakyatan ini.
Tak hanya sekedar bantuan program, ada institusi khusus yang
menangani di luar dekopin, yaitu menteri negara urusan koperasi dan PKM
(pengusaha kecil menengah), yang seharusnya memacu gerakan ini untuk terus maju.Dan
juga salah satu penyebabnya adalah kurang diminatinya koperasi oleh masyarakat.
Hal ini disebabkan karena selama ini koperasi hanya dipandang sebagai lembaga
saja, bukan sebagai sistem perekonomian dan juga ada beberapa kendala yang
menyebabkan lesunya koperasi terhadap kemajuan ekonomi bangsa, yaitu :
1. Kurangnya
partisipasi anggota.
2. Tingat
sosialisasi dan partisipasi anggota koperasi masih rendah.
3. Manajemen
koperasi yang belum profesioanal.
4. Kondisi modal
keuangan yang masih minim.
5. Sumber daya
manusia yang belum mendukung jalannya koperasi.
6. Kurangnya
kesadaran masyarakat.
7. Pemerintah
masih terlalu memanjakan koperasi.
8. Demokrasi
ekonomi yang kurang.
Berdasarkan
kendala-kendala tersebutlah yang dapat menyebabkan koperasi sulit untuk
berkembang.
Dari tahun ke
tahun dari segi kondisi kualitas koperasi semakin hari semakin mengalami
keterpurukan, keberadaan koperasi masih perlu upaya yang sungguh-sungguh
untuk ditingkatkan mengikuti tuntutan lingkungan dunia usaha dan lingkungan
kehidupan dan kesejahteraan para anggotanya. Kekuatan koperasi dalam berbagai
kegiatan ekonomi masih relatif kecil, dan ketergantungan koperasi terhadap bantuan
dari pihak luar, terutama pemerintah, masih sangat besar.
Jadi, dalam kata
lain, di Indonesia, setelah lebih dari 50 tahun keberadaannya, lembaga
yang namanya koperasi yang diharapkan menjadi pilar atau soko guru
perekonomian nasional dan juga lembaga gerakan ekonomi rakyat ternyata tidak
berkembang baik seperti di negara-negara maju.
Nasib koperasi
di Indonesia semakin muram, tak ditangani sepenuh hati. Pemerintah agaknya
lebih menekankan pada sistem ekonomi neoliberal. Padahal antara sistem ekonomi
neoliberal dan koperasi ibarat air dan minyak. Keduanya saling bertentangan dan
mustahil untuk bisa berdampingan ataupun seiring sejalan. Kalau boleh
diumpamakan, antara ekonomi neoliberal dan koperasi ibarat langit dan bumi.
Kenapa? Ekonomi neoliberal menyerahkan perekonomian pada mekanisme pasar dan
padat modal, dan yang terjadi kemudian yang kaya semakin kaya, dan orang miskin
tetap melarat. Sedang koperasi bertujuan untuk memperjuangkan kemakmuran bagi
anggotanya.
Seiring
berjalannya waktu, perkoperasian Indonesia seakan ”hidup segan, mati tak mau”.
Yang lebih sering terdengar di negeri ini hanya kegagalan-kegagalan yang
terjadi pada koperasi di Indonesia. Walaupun pemerintah telah memiliki
kementerian yang menangani koperasi, namun kemauan pemerintah untuk membangun
koperasi belum sepenuh hati. Hal ini menghambat fungsi koperasi sebagai urat
nadi perekonomian Indonesia.Koperasi yang diharapkan sebagai penggerak perekonomian
rakyat Indonesia, pada kenyataannya hanyalah sebagai angin lalu saja. Cukup
banyak koperasi yang berdiri, namun banyak pula yang hanya meninggalkan
(matisuri) namanya saja yang ada dan terus hilang seiring berjalannya waktu. Salah
satu contohnya adalah Koperasi Unit Desa (KUD) yang semakin hari semakin
tenggelam namanya. Biasanya KUD membawahi beberapa usaha seperti Unit Simpan
Pinjam, pakan ternak, obat-obatan pertanian, pembayaran listrik,
dll. Pemerintah sebagai regulator dirasa belum mampu berbuat banyak
terhadap penentuan harga dipasar. Saat ini berbeda dengan saat dimana Soeharto
masih menjabat sebagai presiden, sekarang hanya sebatas mengkoordinir namun
tidak ada tindak lanjutnya. Misalnya saja, dulu ketika zaman orde baru,
distribusi pupuk dari pemerintah disalurkan melalui koperasi, namun saat ini
pemerintah lebih percaya kepada distributor tunggal. Hal ini sangat
disayangkan karena akan mematikan koperasi secara perlahan dan hanya
menguntungkan pihak distributor tunggal yang memang lebih bermodal besar.
Mungkin saat ini
di KUD hanya unit simpan pinjam lah yang masih berjalan dengan baik. Prinsip
simpan pinjam di KUD tidak seperti bank. Jika di bank untuk meminjam uang harus
menggunakan jaminan (bunga), di KUD untuk meminjam uang jaminannya hanya berupa
modal kepercayaan atau kekeluargaan saja. Inilah asas yang sering
dilupakan oleh KSP (Koperasi Simpan Pinjam). Banyak Koperasi Simpan Pinjam kini
bertindak sebagai Bank Perkreditan Rakrat (BPR). Dari sini tampak jelas
kemauan pemerintah membangun perekonomian berbasis kerakyatan belum sepenuh
hati. Hal ini disebabkan banyak program yang sesungguhnya bermanfaat besar bagi
masyarakat namun tidak tersosialisasikan dengan baik. Salah satu contohnya
yaitu standarisasi aturan pendirian koperasi yang tidak jelas. Akibatnya
masing-masing notaris memiliki aturan yang berbeda-beda dalam menentukan
persyaratan pendirian koperasi. Situasi ini diperparah lagi oleh kemauan
pemerintah yang terlanjur memilih sistem ekonomi liberal sebagai jiwa pembangunan
ekonomi Indonesia.
Dan juga sekarang
jumlah koperasi tidak aktif mengalami kenaikan, jumlah koperasi tidak aktif di
seluruh Indonesia mencapai 61.449 unit, atau 29,79% dari jumlah total koperasi
yang tercatat sebanyak 206.288 unit, adapun periode januari-juni terjadi
peningkatan koperasi tidak aktif sebanyak 2.000 unit. Akibat dari adanya
koperasi tidak aktif ini nama baik koperasi yang masih aktif ikut terpengaruh
sehingga sangat merugikan. Faktor utama yang menyebabkan jumlah koperasi tidak
aktif terus meningkat diprediksi karena salah pengelolaan. Banyak koperasi
muncul berdasarkan coba-coba sehingga ketika berjalan baru menyadari salah
memilih bidang usaha.Selain itu, peran anggota koperasi kurang dan hanya
semangat saat proses mendirikan saja sehingga dalam perjalanannya tanpa
arah.
Oleh karena itu
tidak heran kenapa peran koperasi di dalam perekonomian Indonesia masih sering
dipertanyakan dan selalu menjadi bahan perdebatan karena tidak jarang
koperasi dimanfaatkan di luar kepentingan yang sesuai.
DAFTAR
PUSTAKA
No comments:
Post a Comment