Tuesday, October 8, 2019

KOPERASI “HIDUP SEGAN, MATI TAK MAU”





Koperasi berbeda dengan badan usaha pada umumnya, koperasi dimiliki dan dikelola oleh anggotanya sendiri. Tujuannya tidak lebih dari memenuhi kebutuhan bersama, terutama pada bidang ekonomi. .  Landasan dari koperasi tak lain dan tak bukan adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan Pancasila. 

Koperasi juga dipahami sebagai badan hukum yang didirikan berdasar asas kekeluargaan. Menganut prinsip ekonomi kerakyatan, dan dibentuknya sebuah koperasi bertujuan untuk mensejahterakan para anggotanya. Jadi, seluruh keuntungan yang didapat oleh koperasi akan dikelola untuk kemajuan kinerja koperasi dan dibagikan pada anggota aktif.

Siapapun dapat mendirikan sebuah koperasi, baik perorangan maupun badan hukum. Lalu apa yang membandingkan koperasi dengan badan hukum seperti PT, CV dan lainnya ? kepemilikan koperasi tidak didasarkan pada kepemilikan jumlah modal anggota, artinya keputusan kegiatan koperasi adalah hasil musyawarah bersama, karena setiap anggota memiliki suara yang sama, sehingga tidak ada suara mayoritas dalam pengambilan keputusan kegiatan koperasi.

Sedangkan berbeda dengan bentuk badan hukum kegiatan usaha lainnya, dimana pemilik saham mayoritas tentu memiliki suara dominan untuk mengatur arah usaha kedepan. Namun, dalam hal pembagian keuntungan usaha, secara teknis, terdapat kesamaan dengan bentuk usaha konvensional lainnya, dimana anggota koperasi yang memiliki simpanan (jika bentuk koperasinya adalah simpan pinjam) ataupun berbelanja lebih (jika berbentuk koperasi konsumen) memiliki pengembalian atau pembagian keuntungan yang relative lebih besar. Artinya, para anggota yang memiliki kekuatan lebih (modal lebih besar secara relative dari anggota lainnya) tentu akan mendapatkan keuntungan yang lebih. Tentu saja ini menjadi mirip dengan kegiatan dengan bentuk badan usaha konvensional lainnya.

Setelah koperasi di Indonesia berumur lebih dari satu abad, tetapi sosoknya masih setara dengan usaha mikro, kecil dan bernuansa kemiskinan. Masih dalam sosok kecil,lemah,kuno, Jauh dari yang seharusnya. Kondisi koperasi masih tetap sama dan seabad kemudian bukan tidak mungkin malah semakin menurun. Koperasi semakin tidak menarik karena kondisinya, dan tak mengikuti laju zaman dengan tak mau belajar menggunakan IT. Atau malah mungkin orang tak kenal lagi koperasi pada masa itu.

Fenomena yang cukup dilematis ketika ternyata koperasi dengan berbagai kelebihannya ternyata sangat sulit berkembang di Indonesia. Fenomena pada koperasi di Indonesia dalam perkembangannya mengalami pasang surut, koperasi dari jaman dahulu hingga sekarang tidak ada yang tumbuh dengan pesat dalam arti tidak ada yang tumbuh menjadi usaha besar seperti pelaku ekonomi yang besar. Padahal, upaya pemerintah untuk memberdayakan koperasi seolah tidak pernah habis. Bahkan, bisa dinilai mungkin amat memanjakan. Berbagai paket program bantuan dari pemerintah terus mengalir untuk memberdayakan gerakan ini seperti kredit program seperti kredit usaha tani, Kkop, pengalihan saham dari perusahaan besar ke koperasi sebesar satu persen, skim program KUK dari bank dan kredit ketahanan pangan yang merupakan kredit komersial dari perbankan, juga paket program dari permodalan nasional madani, terus mengalir untuk memberdayakan gerakan ekonomi kerakyatan ini. 

Tak hanya sekedar bantuan program, ada institusi khusus yang menangani di luar dekopin, yaitu menteri negara urusan koperasi dan PKM (pengusaha kecil menengah), yang seharusnya memacu gerakan ini untuk terus maju.Dan juga salah satu penyebabnya adalah kurang diminatinya koperasi oleh masyarakat. Hal ini disebabkan karena selama ini koperasi hanya dipandang sebagai lembaga saja, bukan sebagai sistem perekonomian dan juga ada beberapa kendala yang menyebabkan lesunya koperasi terhadap kemajuan ekonomi bangsa, yaitu : 
1. Kurangnya partisipasi anggota. 
2. Tingat sosialisasi dan partisipasi anggota koperasi masih rendah. 
3. Manajemen koperasi yang belum profesioanal. 
4. Kondisi modal keuangan yang masih minim. 
5. Sumber daya manusia yang belum mendukung jalannya koperasi. 
6. Kurangnya kesadaran masyarakat. 
7. Pemerintah masih terlalu memanjakan koperasi. 
8. Demokrasi ekonomi yang kurang. 

Berdasarkan kendala-kendala tersebutlah yang dapat menyebabkan koperasi sulit untuk berkembang.
Dari tahun ke tahun dari segi kondisi kualitas koperasi semakin hari semakin mengalami keterpurukan, keberadaan koperasi masih  perlu upaya yang sungguh-sungguh untuk ditingkatkan mengikuti tuntutan lingkungan dunia usaha dan lingkungan kehidupan dan kesejahteraan para anggotanya. Kekuatan koperasi dalam berbagai kegiatan ekonomi masih relatif kecil, dan ketergantungan koperasi terhadap bantuan dari pihak luar, terutama pemerintah, masih sangat besar. 

Jadi, dalam kata lain, di Indonesia, setelah  lebih dari 50 tahun keberadaannya, lembaga yang namanya koperasi  yang diharapkan menjadi pilar atau soko guru perekonomian nasional dan juga lembaga gerakan ekonomi rakyat ternyata tidak berkembang baik seperti di negara-negara maju.
Nasib koperasi di Indonesia semakin muram, tak ditangani sepenuh hati. Pemerintah agaknya lebih menekankan pada sistem ekonomi neoliberal. Padahal antara sistem ekonomi neoliberal dan koperasi ibarat air dan minyak. Keduanya saling bertentangan dan mustahil untuk bisa berdampingan ataupun seiring sejalan. Kalau boleh diumpamakan, antara ekonomi neoliberal dan koperasi ibarat langit dan bumi. Kenapa? Ekonomi neoliberal menyerahkan perekonomian pada mekanisme pasar dan padat modal, dan yang terjadi kemudian yang kaya semakin kaya, dan orang miskin tetap melarat. Sedang koperasi bertujuan untuk memperjuangkan kemakmuran bagi anggotanya.

Seiring berjalannya waktu, perkoperasian Indonesia seakan ”hidup segan, mati tak mau”. Yang lebih sering terdengar di negeri ini hanya kegagalan-kegagalan yang terjadi pada koperasi di Indonesia. Walaupun pemerintah telah memiliki kementerian yang menangani koperasi, namun kemauan pemerintah untuk membangun koperasi belum sepenuh hati. Hal ini menghambat fungsi koperasi sebagai urat nadi perekonomian Indonesia.Koperasi yang diharapkan sebagai penggerak perekonomian rakyat Indonesia, pada kenyataannya hanyalah sebagai angin lalu saja. Cukup banyak koperasi yang berdiri, namun banyak pula yang hanya meninggalkan (matisuri) namanya saja yang ada dan terus hilang seiring berjalannya waktu. Salah satu contohnya adalah Koperasi Unit Desa (KUD) yang semakin hari semakin tenggelam namanya. Biasanya KUD membawahi beberapa usaha seperti Unit Simpan Pinjam, pakan ternak, obat-obatan pertanian, pembayaran listrik, dll. Pemerintah sebagai regulator dirasa belum mampu berbuat banyak terhadap penentuan harga dipasar. Saat ini berbeda dengan saat dimana Soeharto masih menjabat sebagai presiden, sekarang hanya sebatas mengkoordinir namun tidak ada tindak lanjutnya. Misalnya saja,  dulu ketika zaman orde baru, distribusi pupuk dari pemerintah disalurkan melalui koperasi, namun saat ini pemerintah lebih percaya kepada distributor tunggal.  Hal ini sangat disayangkan karena akan mematikan koperasi secara perlahan dan hanya menguntungkan pihak distributor tunggal yang memang lebih bermodal besar. 

Mungkin saat ini di KUD hanya unit simpan pinjam lah yang masih berjalan dengan baik. Prinsip simpan pinjam di KUD tidak seperti bank. Jika di bank untuk meminjam uang harus menggunakan jaminan (bunga), di KUD untuk meminjam uang jaminannya hanya berupa modal kepercayaan atau kekeluargaan saja.  Inilah asas yang sering dilupakan oleh KSP (Koperasi Simpan Pinjam). Banyak Koperasi Simpan Pinjam kini bertindak sebagai Bank Perkreditan Rakrat (BPR). Dari sini tampak jelas kemauan pemerintah membangun perekonomian berbasis kerakyatan belum sepenuh hati. Hal ini disebabkan banyak program yang sesungguhnya bermanfaat besar bagi masyarakat namun tidak tersosialisasikan dengan baik. Salah satu contohnya yaitu standarisasi aturan pendirian koperasi yang tidak jelas. Akibatnya masing-masing notaris memiliki aturan yang berbeda-beda dalam menentukan persyaratan pendirian koperasi.  Situasi ini diperparah lagi oleh kemauan pemerintah yang terlanjur memilih sistem ekonomi liberal sebagai jiwa pembangunan ekonomi Indonesia. 
Dan juga sekarang jumlah koperasi tidak aktif mengalami kenaikan, jumlah koperasi tidak aktif di seluruh Indonesia mencapai 61.449 unit, atau 29,79% dari jumlah total koperasi yang tercatat sebanyak 206.288 unit, adapun periode januari-juni terjadi peningkatan koperasi tidak aktif sebanyak 2.000 unit. Akibat dari adanya koperasi tidak aktif ini nama baik koperasi yang masih aktif ikut terpengaruh sehingga sangat merugikan. Faktor utama yang menyebabkan jumlah koperasi tidak aktif terus meningkat diprediksi karena salah pengelolaan. Banyak koperasi muncul berdasarkan coba-coba sehingga ketika berjalan baru menyadari salah memilih bidang usaha.Selain itu, peran anggota koperasi kurang dan hanya semangat saat proses mendirikan saja sehingga dalam perjalanannya tanpa arah. 

Oleh karena itu tidak heran kenapa peran koperasi di dalam perekonomian Indonesia masih sering dipertanyakan dan selalu menjadi bahan perdebatan  karena tidak jarang koperasi dimanfaatkan di luar kepentingan yang sesuai.



DAFTAR PUSTAKA







No comments:

Post a Comment

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

RANGKUMAN MATERI BAB 1 Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen: proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-us...